Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Cerita Perdagangan Emas Ilegal di Gorontalo Pada Masa Lampau

Sabtu, 24 Oktober 2020 | 14:03 WITA Last Updated 2020-11-13T19:37:02Z

Pelayaran niaga dikawasan perairan Gorontalo abad ke 16 didominasi oleh pedagang dari Bugis dan Makassar. Di wilayah Gorontalo aktifitas perdagangan mereka sampai di wilayah pedalaman melalui pelayaran pantai dan sungai. 


Sementara, pedagang Tionghoa sering menyewa kapal pedagang bugis untuk mengangkut komoditas terutama emas dan langsung dibawah ke negeri Cina, logam mulia ini memiliki nilai harga tinggi di pasaran internasional.

Pasca perjanjian kontrak antara penguasa Gorontalo dengan pihak VOC Belanda tahun 1678 aktifitas pedagang bugis tidak bisa sebebas sebelumnya. 


Tahun 1729 pedagang dari negeri Cina dilarang berdagang di Gorontalo setelah Gubernur Maluku Jacob C. Pielat mengetahui adanya kegiatan transaksi perdagangan emas di daerah tambang perbatasan Kaidipang dan Gorontalo yang dilakukan pedagang asal Cina.


Aturan yang mewajibkan penguasa Gorontalo menjual emas ke pihak VOC dianggap terlalu murah sehingga aktifitas perdagangan gelap komoditas emas meningkat yang didominasi pedagang asal Bugis. 


Kegiatan ilegal ini melibatkan para bangsawan, akibatnya pihak VOC mengalami kerugian besar. Penguasa kolonial Gubernur Maluku melakukan tindakan dengan menekan Olongia (Raja) Gorontalo dan bangsawan untuk tidak terlibat dalam kegiatan perdagangan emas.

Namun beberapa bangsawan tetap terlibat dalam penjualan emas dengan pedagang bugis. Laporan penguasa Hindia Belanda tahun 1846 bahwa  produksi emas sebagian besar diselundupkan ke Singapura dan diperkirakan 4 kali lebih besar dari jumlah dikirim ke Belanda. 


Benteng Nassau yang letaknya di muara sungai Bone dengan sejumlah personil serdadu tidak mampu mengatasi perdagangan gelap ini.


Penulis: Misbach Lapananda

×
Berita Terbaru Update