Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

"Food Estate" Antara Kebutuhan Hidup dan Perusakan Hutan

Sabtu, 12 Desember 2020 | 18:27 WITA Last Updated 2020-12-12T10:38:02Z

 

Ilustrasi : Pixabay.com

Gorontalo - Program "food estate" merupakan agenda yang pernah dijalankan oleh mantan presiden ke enam kita yaitu bapak Susilo bambang yudhoyono. Saat ini program tersebut tengah dilanjutkan lagi oleh Presiden jokowi. Dengan tujuan untuk mengatasi krisis pangan di masa pandemi maupun pasca pandemi ini. 


Sedikit lebih dalam kita membahas mengenai apa itu "food estate". "Food estate" atau "lumbung pangan" merupakan kegiatan yang mengkonversi hutan maupun kawasan hutan menjadi lahan pertanian dengan tujuan untuk menghasilkan pangan sebagai kebutuhan hidup masyarakat. Karena laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat apalagi Indonesia berada pada peringkat ke tiga dengan total penduduk yang paling banyak di dunia. Sehingga program tersebut lahir. Awalnya daerah garapannya ialah pulau Kalimantan yang di konversi dari lahan basah dan lahan gambut untuk tujuan pertanian. 


Akan tetapi beberapa minggu yang lalu sudah meluas ke areal pulau papua. Hal tersebut membuat beberapa lembaga lokal maupun nasional turun tangan untuk menyuarakan analisisnya mengenai dampak negatif dari kegiatan tersebut. Selain itu pencanangan kegiatannya sudah termuat dalam undang-undang. 


Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan oleh konversi lahan tersebut menurut hemat penulis yakni:


Tergerusnya masyarakat sekitar hutan


Ada sekitar 2000 desa yang ada di Indonesia berada di areal kawasan hutan. Secara turun temurun mereka mengelola hutan secara lestari untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka mengetahui bahwa dengan mengelola hutan secara bijaksana maka akan memberikan sumber kehidupan bagi mereka sendiri. Sumber kehidupan tersebut berupa hasil hutan non kayu seperti : madu, minyak atsiri, panganan herbal yang alami dan lain sebagainya. 


Permasalahannya ketika daerah mereka di konversi menjadi lahan "food state" maka akan mempengaruhi keberadaan hasil hutan non kayu tersebut. Karena dalam kegiatan konversi lahan,  pohon serta vegetasi yang ada di dalamnya harus di tebang sehingga mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya. 


Akhirnya sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar hutan yang tergantung terhadap kebijaksanaan alam akan terganggu dan bisa saja sudah tidak ada lagi.  Jika menyangkut mengenai kebutuhan hidup maka wajar saja masyarakat sekitar akan bergerak. Seperti kita saksikan di beberapa daerah. 


Merubah gaya hidup masyarakat sekitar hutan


Tak dapat di pungkiri bahwa hampir 70℅ masyarakat indonesia senang dengan komoditi beras. Akan tetapi, 30% yang lainnya masih senang dengan sagu, ubi, sorgum dll sebagai pemenuhan pangannya. "Food estate" Memfokuskan pangan jenis beras sebagai tanamannya sehingga hal tersebut di khawatirkan akan merubah gaya hidup masyarakat yang dulunya makan dengan sagu, ubi, sorgum dll. 


Padahal kita ketahui bahwa indonesia itu negara majemuk dengan berbagai macam kebudayaan di setiap masyarakatnya. Sehingga kegiatan ini dapat merusak budaya dan gaya hidup masyarakat yang ada di sekitar hutan tersebut. 


Meningkatnya laju deforestasi


Tak dapat dipungkiri kegiatan konversi lahan ini akan menambah laju deforestasi yang ada di negara kita. Sehingga memperparah tutupan lahan dan hutan akan semakin gundul. Permasalahan kedepannya bisa saja menimbulkan erosi yang disebabkan karena hempasan air disaat hujan langsung menyentuh lantai tanah sehingga menyebabkan tanah longsor.  Selain itu tak ada lagi pohon yang dapat mengikat air tanah. Sehingga dapat menyebabkan bencana banjir. 


Oleh karena itu maka kegiatan "food estate" ini perlu dipertimbangkan lagi dengan berbagai alasan yang penulis kemukakan diawal tersebut. Terlebih lagi kegiatan ini sudah pernah di canangkan pada masa pemerintahan bapak susilo bambang yudhoyono maupun bapak soeharto yang tidak banyak memberikan hasil positif. 


Belum lagi permasalahan kehutanan kita yang sudah seabrek banyaknya. Sehingga akan memperparah laju deforestasi. 


Jika ini terjadi yang penulis takutkan ialah pada areal hutan konservasi. Hutan konservasi memiliki tujuan sebagai perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem. Karena dalam aturan tersebut hutan konservasi dapat di rubah fungsinya dan bisa saja di jadikan sebagai "food estate"  dengan alasan krisis pangan. 





×
Berita Terbaru Update